Langsung ke konten utama

Materi Paedagogik | 1.1 TEORI BELAJAR

Materi Paedagogik yang pertama adalah teori belajar, yang menjadi landasan kependidikan, Apa saja teori belajar dibahas di artikel dibawah ini

Di bahasan awal dari kompetensi paedagogik adalah landasan kependidikan dan karakteristik perserta didik (PD), sebelum membuat perencanaan pembelajaran, keduanya masuk ke dalam Teori Belajar.




Teori Belajar

Dalam dunia psikologi pendidikan, Anda akan berkenalan dengan teori belajar yang selalu jadi topik menarik untuk diperbincangkan. Teori belajar sendiri didefinisikan sebagai metode yang menggambarkan bagaimana seseorang melakukan proses belajar.

Adapun pengertian dari belajar menurut Ernest R. Hilgard adalah kegiatan atau proses yang dilakukan secara sengaja dan menimbulkan perubahan atas keadaan sebelumnya. Umumnya setelah belajar seseorang cenderung melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik. 

Di Sini, akan dibahas 4 jenis teori belajar, meliputi: teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivistik, dan teori belajar humanistik.


1. Teori Kognitif

Teori kognitif mulai berkembang pada abad 20-an. Secara sederhana teori ini menggambarkan bahwa belajar adalah aktivitas internal yang terdiri dari beberapa proses, seperti pemahaman, mengingat, mengolah informasi, problem solving, analisis, prediksi, dan perasaan. 

Menurut teori belajar kognitif belajar dianggap terjadi jika terdapat perubahan persepsi dan pemahaman. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, keterlibatan peserta didik secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik. 

Ada juga yang menggambarkan bahwa teori belajar kognitif itu ibarat komputer. Proses awalnya dimulai dengan input data, kemudian mengolahnya hingga mendapatkan hasil akhir. Beberapa tokoh yang berperan mengembangkan teori ini adalah Jean Piaget, Bruner, dan Ausubel. 

Dalam proses belajar mengajar di sekolah, contoh penerapan teori kognitif adalah guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik serta memberi ruang bagi mereka untuk saling bicara serta diskusi dengan teman-temannya.

Ciri Umum Teori Kognitif

  • Peran pendidik menurut terori belajar kognitif adalah sebagai pembimbing untuk mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik
  • Mementingkan proses dari pada hasil

Ciri Lainya:

  1. Memilih materi pembelajaran
  2. Menentukan topik-topik yang akan diberikan ke peserta didik
  3. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi yang dapat digunakan peserta didik untuk bahan ajar
  4. Mengatur Topik  peserta didik dari konsep paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, untuk melakukan tugas dengan baik peserta didik harus lebih tahu dulu tugas yang bersifat sederhana.
  5. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

Teori Behavioristik

Teori yang dianut sejumlah ilmuwan, seperti Gage dan Berliner ini menyatakan bahwa sebuah pengalaman mampu mengubah tingkah laku (kebiasaan atau proses berpikir) seseorang sebagai hasil proses belajar dari pengalaman itu sendiri. 

Pada teori belajar behavioristik seseorang dianggap belajar jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas “mimetic” yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari.

Untuk mengaplikasikan teori ini, seorang guru perlu melakukan beberapa proses, seperti memberikan dorongan supaya muridnya dapat merasakan rasa ingin tahu, melakukan stimulus guna memperoleh respons siswa, dan melakukan penguatan (reinforcement)—pengulangan stimulus dalam bentuk berbeda


Ciri Umum Teori Behavioristik:

  • Pendidik sangat mendominasi dalam proses pembelajaran, dengan cara memberikan stimulus, penghargaan atau hukuman dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang baik, Sementara peserta didik dipandang sebagai objek yang pasif.

Ciri lainnya:

  1. Menentukan materi pembelajaran
  2. memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb.
  3. Menyajikan materi pelajaran
  4. Memberikan Stimulus, berupa; pertanyaan lisan maupuntertulis, tes, kuis, latihan dan tugas-tugas
  5. Mengamati dan menkaji respons yang diberikan siswa
  6. memberikan penguatan/reinforcement (penguatan positip atau negatif ) juga hukuman.
  7. Evaluasi hasil belajar.

Teori Humanis

Teori belajar selanjutnya adalah humanistik yang berkembang dari teori behavioristik. Tokoh dari teori humanis adalah Carl Rogers dan Abraham Maslow. Dilihat dari definisinya, teori humanis adalah metode pembelajaran yang fokus pada peserta didik guna mengembangkan potensinya

Dan menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk berpikir induktif. Teori ini juga amat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. 

Ada beberapa faktor yang mendukung teori humanis, yaitu peran kognitif—pemahaman seseorang tentang ilmu pengetahuan, dan peran afektif—faktor mental yang membentuk individu. 

Dengan mengaplikasikan teori humanis, siswa akan merasa senang selama proses belajar dan bisa menguasai materi dengan gampang. 

Ciri Umum Teori Humanisme:

  • Dalam praktek  teori humanistik cenderung mengarahkan siswa untuk dapat berfikir induktif (bentuk pembuktian dengan argumen/pendapat), mementingkan pengalaman, dan membutuhkan keterlibatansiswa secara aktif didalam proses pembelajaran,
  • Peran pendidik sebagai fasilitator yang berupaya menciptakan kondisi yang mendukung seperti empati, penghargaan dan umpan balik positif

Teori Konstruktif

Teori konstruktif sejatinya sudah ada dari dulu, namun masih digunakan sampai sekarang  karena bersifat efektif dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan zaman. Lewat teori konstruktif, peserta didik diajak untuk mendalami pengetahuan secara bebas atau juga bisa memaknainya sesuai pengalaman. 

Menurut pandangan konstruktivistik pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri peserta didik. Peserta didik diberikan kesempatan untuk mengembangkan ide-idenya secara luas. Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar

Dalam praktiknya, siswa akan diberi ruang untuk membuat ide atau gagasan menggunakan bahasanya sendiri. Dampaknya, lewat penjelasan yang familier, orang lain diharapkan mampu menerima ide yang disampaikan dan merangsang imajinasinya. 

Ciri Umum teori Konstruktivisme:

  • karakteristik dalam proses pembelajaran adalah berpusat pada siswa, adanya " penyelesaian masalah", proses menemukan, interaksi sosial, dan pengetahuan atau pemahaman baru. Mengembangkan berfikir dan berkreasi.
  • Pendidik hanya berperan sebagai fasilitator, motivator dan mediator dalam pembelajaran

Ciri Lainnya;

  1. Tahap Appersepsi, ini berguna untuk mengumgkap konsep awal siswa, siswa didorong agar mengemukan pengetahuan awalnya tentang konsep yang kan dibahas, Bila perlu guru memancing pertanyaan-pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari dan mengkaikannya dengan konsep.
  2. Tahap Eksporasi, mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahamanya tentang konsep tersebut;
  3. Tahap diskusi dan penjelasan konsep;
  4. Tahap Pengembangan dan aplikasi konsep, Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu0isu dalam lingkungan siswa tersebut.


Baca Juga : 

Slide Pedagogik = Ringkasan Materi Pendagogik

Tambahan Teori Belajar

Tahap Pre-Convesional (6 - 10 th)
  1. obedience and punisment,  anak ,emilai baik-buruknya berdasarkan akibat perbuatan
  2. naively egoistik orientation, kepedulian apakah mendatangkan keuntungan atau tidak atau anak menilai baik buruknya berdasarkan kontrak/imbal jasa.
Tahap Convensional, (10 - 17 th)

3. good boy orientation, nilai baik-buruknya berdasarkan persetujuam orang tua
4. authority and sosial order maintenance orientation, menilai baik buruk berdasarkan ketertiban sosial.

Tahap Post convensional (17 - 28 th)

5. contreaktual legalistik orientation, orang menilai baik-buruknya benar salah dari hukum berlaku
6. consinces  or principle orientation, baik buruknya berdasarkan hati nurani



Tahapan Perkembangan Kognitif Peaget

1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)

   Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir hingga umur 2 tahun. Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Pada tahap ini, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti meraba, menjamah, mendengar, membau, dan lain lain. 

Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. 

Aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat dria (sensori) dan gerak (motor), artinya dalam tahap ini, anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensorimotor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai bentuk interaksi dengan lingkungan.

2. Tahap praoperasional (umur 2-7/8 tahun)

Tahap praoperasional merupakan tahap ke dua dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. 

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. 

Ciri-ciri lain anak praoperasional adalah 1) berfikirnya bersifat irrevesibel, 2) bersifat egosentris dalam bahasa komunikasi, artinya dalam bermain bersama anak-anak cenderuung saling bicara tanpa mengharapkan saling mendengar atau saling menjawab, dan 3) lebih memfokuskan diri pada aspek statis tentang suatu peristiwa daripada transformasi dari satu keadaan kepada keadaan lain (Hergenhahn & Olson, 2001).

 Pada usia ini anak cenderung berfokus pada satu aspek situasi dengan mengesampingkan aspek lainnya, proses ini disebut dengan pemusatan (centering) (Hill, 2009). Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu pralogis dan intuitif. 
    Pralogis (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami obyek. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas. 

3. Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)

Tahap ini merupakan tingkat permulaan anak berpikir rasional. Pada usia ini anak sudah masuk persekolahan di tingkat Sekolah Dasar. Maksudnya, anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Bilamana mereka menghadapi seuatu pertentangan antar pikiran dan persepsi, maka anak akan lebih memilih pengambilan keputusan logis, dan bukan keputusan perseptual seperti anak praoprasional (Nurjan, 2016).

   Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Selama tahap ini bahasa juga berubah. Anak-anak menjadi kurang egosentris dan lebih sosiosentris dalam berkomunikasi (Dahar, 2006). Mereka berusaha untuk mengerti orang lain dan mengemukakan perasaan dan gagasan-gagasan mereka pada orang dewasa dan teman-teman. Proses berpikir pun menjadi kurang egosentris dan mereka sekarang dapat menerima orang lain.

4. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut operasional formal (Ibda, 2015). 

Beberapa karakteristik berpikir operasional formal (Nurjan, 2016) yaitu:
1) berpikir adolesensi ialah berpikir hipotetis-dedukatif. Ia dapat merumuskan banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah, dan mengecek data terhadap setiap hipotesis untuk mendapat keputusan layak. Tetapi ia belum mempunyai kemampuan untuk menerima atau menolak hipotesis. 
2) tahap ini ditandai dengan berpikir proposisional, yaitu kemampuan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan konkret dan pertanyaan yang berlawanan dengan fakta. 
3) berpikir kombinatorial, yaitu berpikir meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan atau proposis-proposisi yang mungkin. 
4) berpikir refleksif, artinya anak mampu berfikir kembali pada satu seri operasioal mental.

   Semua manusia melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin saja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional konkrit, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun pada tingkat pra-operasional dalam cara berfikir. Namun urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya (Wilis, 2011).

LATIHAN SOAL TEORI BELAJAR (Klik di Sini)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A.4.3 Telaah Pembelajaran dengan Penerapan Pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT)

Mengapa Guru Perlu Memahami Culturally ResponsiveTeaching? Culturally Responsive Teaching adalah konsep yang sangat penting bagi guru untuk dipahami karena dapat membantu mereka dalam memberikan pengajaran yang lebih efektif dan relevan bagi siswa dari berbagai latar belakang budaya.  Dengan memahami konsep ini, guru dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam memahami kebutuhan dan keunikan siswa dari berbagai latar belakang budaya, sehingga mereka dapat merancang pengajaran yang lebih inklusif dan menarik bagi siswa. Definisi Culturally Responsive Teaching Culturally Responsive Teaching adalah pendekatan pengajaran yang memperhatikan keberagaman budaya dan latar belakang siswa dalam proses pembelajaran . Konsep ini melibatkan penggunaan strategi dan teknik pengajaran yang mencerminkan keberagaman siswa, serta memperhitungkan perbedaan budaya dalam cara siswa belajar. Dalam praktiknya, guru yang menerapkan Culturally Responsive Teaching akan memastikan bahwa materi pelajaran yang disam

A.3.4 Hasil Telaah dan minta komentar teman sejawat | Materi Rancangan Pembelajaran dengan Pendekatan TaRL

Pemahaman Merancang Pembelajaran Berbasis TaRL Teaching at The Right Level (TaRL) merupakan pendekatan pembelajaran yang fokus pada tingkat kemampuan peserta didik. Saat menjadi guru, Bapak/Ibu guru mungkin pernah menemukan peserta didik yang belum mampu mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Dibawah ini adalah Indetifikasi Pemahaman Merancang Pembelajaran Berbasis TaRL yang berbentu tabel Tabel 3.2 Elaborasi Pemahaman Merancang Pembelajaran Berbasis TaRL Komponen Pembelajaran   Apa   yang saya ketahui   Apa yang ingin   saya ketahui   Bagaimana   saya dapat mengetahuinya   Apa yang telah   saya pelajari   Tujuan   pembelajaran TP berasal dari analisi Kata kerja Operasional(komptensi) dan ruang lingkup materi yang menjadi tujuan akhir dari pembelajaran TP yang dari CP apakah perlu diturunkan lagi menurut tingkat kognitif Bloom atau hanya dari TP Mencari Praktek baik dari guru berbagi di PMM dan mencari refenrensi materi yang ada di PMM dan materi sertifikasi pendidik juga di PMM

A.I.3 Hasil Telaah dan minta komentar teman sejawat # A. I. Menerapkan Prinsip Understanding by Design Pada Pembelajaran

Bapak/Ibu guru, pada tahap sebelumnya Bapak/Ibu guru telah mengeksplorasi prinsip UbD dalam merancang pembelajaran. Pada tahap ini, siapkan salah satu perencanaan pembelajaran (RPP/modul ajar) yang Bapak/Ibu guru miliki. Ajaklah   teman sejawat/kepala sekolah/pengawas untuk menelaah rancangan pembelajarannya dengan mengisi rubrik checklist . Rubrik ini memandu Bapak/Ibu guru dalam merefleksikan perencanaan pembelajaran dengan pendekatan UbD.   Dengan   demikian, Bapak/Ibu guru dapat mengetahui sejauh mana perencanaan pembelajaran tersebut relevan dengan prinsip UbD. Modul mapel ekonomi yang saya buat bisa diliat di link dibawah ini: Ekonomi 11 Bab 2 - Pendapatan Nasional Dan Kesenjangan Ekonomi Tabel   1.2   Rubrik   Checklist   Perancangan   Pembelajaran   dengan   Prinsip   UbD   Item   Pernyataan Sudah Belum   Langkah   1.   Menentukan   Tujuan   Pembelajaran   Saya mengidentifikasi sasaran pembelajaran dan fokus pada pemahaman   konsep   yang   mendalam   dan   penerapan   pengetah